Saya tersenyum. Mengingat kelakuan saya yang tidak dewasa terhadap Tuhan.
Dulu. Saya pernah berusaha mencari belahan jiwa. Toh, katanya tidak akan dapat jika tidak berusaha. Sampai saya memaksa membuka telapak tangan Tuhan hanya sekedar mengintip,
"siapa sih belahan jiwa saya?"
"Dilempar dimana dirinya? sejauh apa?"
"Kenapa belum bertandang juga? tersesat dimana?"
"Seharusnya Tuhan mengukir nama saya beserta alamat di tulang rusuknya"
Sabar. Cuman itu pinta Tuhan.
Ternyata. Ketika saya jengah untuk mencari. Dia datang begitu saja. Bukan dari langit. Entah darimana. Saya pun tidak menyadari.
Ini sebuah hadiah kejutan dari Tuhan. Sebuah hadiah yang datang ketika saya justru sedang tidak menantinya. Perasaannya jauh lebih bahagia. Karena Tuhan punya waktuNya sendiri untuk menghantarkannya pada saya.
Mungkin kesalahan saya dulu. Terlalu memaksa untuk membuka telapak tangan Tuhan. Seharusnya, justru hati saya yang harus saya taruh diatas telapak tanganNya. Karena hanya DIA yang Maha Tahu mau diletakkan di makhluk tuhan yang mana hati saya ini.
"siapa sih belahan jiwa saya?"
"Dilempar dimana dirinya? sejauh apa?"
"Kenapa belum bertandang juga? tersesat dimana?"
"Seharusnya Tuhan mengukir nama saya beserta alamat di tulang rusuknya"
Sabar. Cuman itu pinta Tuhan.
Ternyata. Ketika saya jengah untuk mencari. Dia datang begitu saja. Bukan dari langit. Entah darimana. Saya pun tidak menyadari.
Ini sebuah hadiah kejutan dari Tuhan. Sebuah hadiah yang datang ketika saya justru sedang tidak menantinya. Perasaannya jauh lebih bahagia. Karena Tuhan punya waktuNya sendiri untuk menghantarkannya pada saya.
Mungkin kesalahan saya dulu. Terlalu memaksa untuk membuka telapak tangan Tuhan. Seharusnya, justru hati saya yang harus saya taruh diatas telapak tanganNya. Karena hanya DIA yang Maha Tahu mau diletakkan di makhluk tuhan yang mana hati saya ini.